SERI SPIRITUALITAS HATI NO. 5
Dalam dua bagian berikut kami akan memperkenalkan secara singkat Pater Chevalier dan caranya untuk menghayati “Devosi kepada Hati Kudus”. Spiritualitas Pater Chevalier telah dibentuk oleh Devosi ini, dan tentu saja turut diperkaya oleh cara dari para Kudus, yang hidup sebelum dia, mempraktekkan Devosi ini. Juga, kontaknya dengan beberapa Yesuit secara jelas telah menginspirasi Chevalier. Walaupun demikian, ia menghayati Devosi kepada Hati Kudus dengan caranya sendiri. Dari awal, Pater Chevalier memahami Devosi kepada Hati Kudus dalam arti luas. Ia tidak menghayatinya sebagai suatu praktek devosional, tetapi sebagai suatu spiritualitas, yang memuat semua aspek iman, agama dan kehidupan sehari-hari – kehidupan sosial dan juga kehidupan pribadi. Bagi dia Devosi kepada Hati Kudus bukan hanya suatu Devosi, dalam arti kata yang sempit. Ia tidak mempraktekkan devosi ini hanya dengan menjalankan beberapa latihan khusus dan rohani, seperti Jam Kudus, Adorasi atau Doa Silih pada hari-hari Jumat pertama dalam bulan. Bahkan ketika ia tetap menjalankan praktek-praktek devosional tersebut, namun cara dia mempraktekkan Devosi kepada Hati Kudus meliputi seluruh hidup dan karyanya.
Pater Hériault, yang selama bertahun-tahun menjadi konfrater dan imam rekannya di paroki St Cyr Issoudun, mencatat bahwa Pater Chevalier tidak menampilkan suatu “kesalehan demonstratif” dan bahwa kesalehannya terutama terdiri dari “menjalankan kewajiban-kewajibannya” (Bacaan Harian 11 Oktober). Pater Piperon MSC, seorang rekan lain, melukiskan Pater Chevalier sebagai ‘seorang pekerja’ yang tidak pernah menyia-nyiakan waktu, tetapi yang di tengah segala kesibukannya selalu menemukan waktu untuk menghadiri pertemuan-pertemuan komunitas MSC, beberap kali sehari: pada saat acara-acara doa, makan dan rekreasi bersama.
Saat Untuk Refleksi
“Kita dapat mencoba cara-cara baru untuk mendapatkan damai dan sedikit ketenangan,
yakni dengan cara melakukan hal-hal sederhana dan praktis, seperti:
memasak, membersihkan rumah, mengunjungi teman, menulis surat,
berjalan-jalan, mendengarkan musik lembut, mengunjungi sebuah gereja,
berdoa dalam keheningan atau bermain dengan anak-anak.
Di tengah semua kelemahan dan rasa sakit,
kita dapat mengalami saat-saat damai dan sukacita.”
(Jean Vanier)